Postingan

Samācāra

Hai. Bagaimana kabarmu? Apa senja-senja itu masih saja kau buru? Atau masihkah kau membenci bulir hujan yang membasahi rambutmu? Apakah kau menantikan pesan dariku, sama seperti aku yang masih saja menunggu nama mu tertera dalam kotak pemberitahuanku. Hai. Ah, andai saja semudah itu menyapamu setiap kita bertemu. Mengingatmu saja membuat degup jantungku tak beraturan. Belum lagi lidah ini selalu mendadak kelu. Terkadang di malam pergantian usia, ku menunggu sesuatu yang sangat mustahil untuk terwujud: Ucapan selamat darimu. Sekedar itu saja. Itu berarti aku masih terselip dalam ingatanmu, meskipun barang secuil saja. Setidaknya kau ingat. Seringkali aku meraba-raba rasa itu. Apakah milikku sendiri, atau kau juga jatuh pada rasa yang sama: suka; cinta. Gamang. Kau membuat perasaanku masih saja menggantung; tak tinggi dan rendah pada tanah pula. Masih di tempat yang sama. Biru. Abu. Kau selalu berwarna kelabu dan pupus bagiku. Namun, aku punya cara te

Oneiroi: Kanéla!

"Itu kan cuma bunga tidur. Jangan diambil pusing!" Mella menyendok siomay terakhirnya, menyisakan bumbu kacang bercampur kecap di piring plastik warna oranye itu. "Tapi rasanya benar-benar nyata, Mel! Bahkan aku bisa merasakan tangannya yang sedikit kasar, aroma kayu manis di tubuhnya, semuanya nyata!" sanggahku. Kantin sekolah sudah sepi ditinggal para siswa yang bertolak ke rumah masing-masing. Mendung menggantung di langit, menyisakan abu-abu yang sendu. "Meskipun terasa nyata tapi tetap saja itu cuma mimpi di siang bolong! Makanya jangan tidur waktu kelas Pak Adnan."  Aku menandaskan es jeruk ku yang tinggal separuh dan mengikuti langkah Mella, meninggalkan bangku kantin. "Sudahlah, anggap saja kamu baru bertemu idola boyband Korea yang kamu gila-gilai itu." ujar Mella seraya menepuk pundakku. "Dia sama sekali tidak terlihat seperti laki-laki Korea, Mella." jawabku dengan nada

Sećanja

Teruntuk kau yang selalu beraroma kayu manis, Surat terbuka ini ku persembahkan untukmu. Surabaya, 23 September 2017 01.55 Aku selalu mencintaimu, sedangkan kau tidak. Aku tak pernah mempermasalahkan itu. Karena ku tahu, tak semua cinta harus menerima balasan. Aku tetap ingat bagaimana pertama kita bertemu. Bagaimana kita sangat canggung dengan kehadiran satu sama lain, sedikit tawa untuk mengusir keheningan diantara kita. Lalu pertemuan-pertemuan yang selanjutnya, yang mungkin tak tersimpan dengan baik di benakmu. Aku selalu jatuh cinta padamu. Pada senyum itu. Pada laku mu yang manis dan juga tegas. Pada setiap detail dari dirimu. Aku suka. Namun mungkin kau tidak merasakan hal yang sama denganku. Berulang kali aku mematahkan hatiku sendiri, karena berusaha untuk membuatmu percaya dan melihat bahwa aku ada. Berusaha untuk meyakinkan mu bahwa perasaanku bukan rasa yang biasa hinggap dalam hatimu. Berulang kali aku mematahkan hatiku sendiri, karena percaya bahwa kau ju